Muhammadiyah Hormati Hak Prerogatif Presiden dalam Penyusunan Kabinet

oleh -2546 Dilihat
oleh
(sumber gambar: klikmu.co)

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menegaskan bahwa organisasinya tidak akan turut campur dalam penentuan siapa saja yang akan mengisi posisi di kabinet pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Sikap ini, menurut Haedar, adalah bentuk penghormatan terhadap hak prerogatif presiden yang secara konstitusi memang memiliki wewenang penuh untuk menentukan anggota kabinet.

Dalam sebuah kesempatan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Haedar menyatakan bahwa keputusan siapa yang akan dipilih sebagai menteri sepenuhnya berada di tangan presiden terpilih. “Itu hak prerogatif presiden, dan kita harus hormati itu,” ujarnya.

Jasa Penerbitan Buku ISBN

Pernyataan Haedar ini penting dalam menggarisbawahi dua hal. Pertama, sebagai negara yang menganut sistem demokrasi konstitusional, kewenangan memilih menteri diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 17 ayat (2) secara jelas menyebutkan bahwa menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Artinya, siapa pun yang menduduki kursi di kabinet adalah hasil pemilihan presiden, tanpa intervensi dari pihak lain.

Kedua, sikap Muhammadiyah ini mencerminkan kedewasaan politik. Meski Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi terbesar di Indonesia, Haedar menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak akan terlibat dalam politik praktis. Dengan kata lain, Muhammadiyah tidak akan memaksakan kadernya masuk ke dalam pemerintahan. “Kita percaya bahwa Presiden terpilih akan memilih orang-orang yang mampu mewakili berbagai golongan masyarakat,” tambah Haedar.

Sebelumnya, salah satu nama kader Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, yang juga Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, santer dikabarkan akan masuk kabinet Prabowo-Gibran. Namun, Haedar kembali menekankan agar tidak ada spekulasi atau desakan, karena keputusan akhir tetap di tangan presiden.

Sikap Muhammadiyah ini patut diapresiasi. Dalam politik, sering kali organisasi besar mencoba mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk kepentingan kelompoknya. Namun, Muhammadiyah memilih untuk tidak melibatkan diri dalam dinamika politik praktis ini. Langkah ini sekaligus menunjukkan bahwa organisasi keagamaan dapat menjaga netralitas dan fokus pada misi sosial kemasyarakatan yang lebih luas.

Meski tidak “cawe-cawe,” Haedar berharap kabinet yang terbentuk nantinya dapat merepresentasikan beragam profesi dan kelompok di masyarakat. Menurutnya, siapa pun yang dipilih presiden harus bisa mewakili kepentingan semua golongan, sehingga pemerintahan yang dibentuk benar-benar inklusif dan berkeadilan.

Dengan menghormati hak prerogatif presiden, Muhammadiyah juga memperlihatkan sikap yang bijak dalam menjaga keseimbangan antara pengaruh organisasi masyarakat sipil dan kewenangan pemerintah. Pada akhirnya, keputusan siapa yang akan duduk di kabinet merupakan hak mutlak presiden, dan Muhammadiyah, seperti masyarakat pada umumnya, menaruh harapan besar agar kabinet yang terbentuk bisa membawa kemajuan dan kesejahteraan bagi bangsa.

Penulis: Nur Kholik (Universitas Ahmad Dahlan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.