Di era digital saat ini, dengan semakin meningkatnya penggunaan platform online seperti Facebook, Instagram, TikTok, dan Google, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki peluang besar untuk memperluas jangkauan pasar mereka secara signifikan. Sistem informasi periklanan digital memudahkan UMKM dalam mempromosikan produk dan layanan mereka kepada audiens yang lebih luas dengan biaya yang lebih efisien dibandingkan dengan metode pemasaran tradisional. Salah satu metode yang banyak digunakan adalah paid search advertising dari Google Adwords, yang memungkinkan pengiklan untuk menargetkan pengguna berdasarkan kata kunci yang relevan dengan produk atau layanan mereka. Namun, kemudahan ini juga membawa tantangan baru, yaitu meningkatnya risiko pembajakan merek atau “brand hijacking.”
Brand hijacking adalah praktik di mana pihak yang tidak berwenang menggunakan nama, logo, atau identitas merek lain untuk menarik keuntungan dari popularitas dan reputasi merek tersebut. Dalam konteks periklanan digital, pelaku tindakan ini sering mengarahkan pengguna internet yang mencari informasi tentang merek tertentu ke situs atau iklan mereka sendiri, yang menawarkan produk serupa. Tindakan ini jelas merugikan pemilik merek sah dan menyesatkan konsumen, karena mereka bisa diarahkan ke situs atau produk berkualitas rendah atau berbahaya dan mengira mereka mengunjungi situs resmi merek aslinya.
Dampak dari pembajakan merek sangat signifikan. Tidak hanya merusak reputasi pemilik merek asli, tetapi juga menyesatkan konsumen, yang akhirnya merugikan mereka secara finansial dan menurunkan kepercayaan terhadap merek tersebut. Sayangnya, UMKM di Indonesia menghadapi berbagai tantangan serius terkait maraknya pembajakan merek ini. Salah satu tantangan utama adalah kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang pentingnya perlindungan merek. Banyak pelaku UMKM belum menyadari manfaat dari pendaftaran resmi merek mereka, yang menyebabkan produk mereka sangat rentan terhadap pembajakan.
Meskipun ada undang-undang yang mengatur perlindungan merek, seperti UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023, implementasi dan penegakan hukum seringkali masih lemah. Hal ini membuat pelaku pembajakan merek dagang di periklanan digital tidak mendapatkan sanksi yang setimpal, sehingga tidak ada efek jera yang cukup kuat untuk mencegah pembajakan merek di masa depan. Google, sebagai salah satu platform periklanan digital terbesar, mengizinkan pengiklan untuk menawar kata kunci yang merupakan merek dagang kompetitor, tetapi ada batasan penting terkait penggunaan merek dagang tersebut dalam teks iklan.
Perlindungan terkait merek dagang UMKM sangat penting karena beberapa alasan utama yang berkaitan dengan aspek ekonomi, pemasaran, dan hukum. Dari perspektif ekonomi, merek yang terdaftar dapat meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dijual. Dari perspektif pemasaran, merek yang kuat dan terlindungi dapat menjadi alat pemasaran yang efektif. Dan dari segi perlindungan hukum, pendaftaran merek memberikan hak eksklusif kepada pemilik usaha untuk mencegah pihak lain menggunakan merek yang sama atau mirip.
Menurut penulis, Google seharusnya mulai memperbaiki regulasi dan menyesuaikan aturan hukum yang ada di setiap negara, termasuk Indonesia. Penggunaan merek dagang dalam periklanan paid search advertising seharusnya dilarang untuk digunakan tanpa izin, karena bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Selain itu, UMKM perlu diberikan edukasi dan dukungan lebih lanjut untuk memahami pentingnya perlindungan merek dan bagaimana cara melakukannya.
Secara keseluruhan, perlindungan merek dagang bagi UMKM dalam konteks periklanan digital adalah aspek krusial untuk memastikan bahwa identitas dan reputasi bisnis tetap terjaga. Langkah-langkah proaktif, baik dari pemerintah, platform digital, maupun pelaku usaha sendiri, diperlukan untuk melindungi hak-hak mereka dan memastikan persaingan yang sehat di pasar digital.
Penulis: Wahyu Hidayat (Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta)